Dahulu Kabupaten Natuna adalah bagian dari wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Natuna awalnya terkenal sebagai wilayah Pulau Tujuh yang merupakan gabungan dari tujuh kecamatan kepulauan yang tersebar di perairan Laut Cina Selatan yaitu Jemaja, Siantan, Midai, Bunguran Barat, Bunguran Timur, Serasan, dan Tambelan. Enam kecamatan kecuali Tambelan nantinya menjadi cikal bakal wilayah Kabupaten Natuna.
Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia No.9/Deprt tanggal 18 Mei 1956, Propinsi Sumatera Tengah menggabungkan diri kedalam Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status Daerah Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah dan membawahi empat kewedanan sebagai berikut:
-
- Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah Kecamatan Bintan Selatan (termasuk Kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur).
-
- Kewedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur, dan Moro.
-
- Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep, dan Senayang.
-
- Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Bunguran Barat, Bunguran Timur, Serasan, dan Tambelan.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No.26/K/1965 dengan berpedoman pada Instruksi Gubernur Riau tanggal 10 Februari 1964 No.524/A/1964 dan Instruksi No. 16/V/1964 serta berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau tanggal 9 Agustus 1965 No. UP/247/5/1965 dan tanggal 15 November 1965 No.UP/256/1965 menetapkan terhitung mulai 1 Januari 1966 semua daerah administratif kewedanan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapuskan.
Berdasarkan Undang-undang No. 53 Tahun 1999 Kabupaten Natuna dibentuk hasil dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau dan meliputi enam kecamatan yaitu kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai dan Serasan, serta satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan.
Seiring dengan adanya kewenangan otonomi daerah Kabupaten Natuna, wilayah kecamatan kemudian dimekarkan sehingga pada tahun 2004 jumlah kecamatan bertambah menjadi 10 kecamatan dengan terbentuknya Kecamatan Palmatak, Subi, Bunguran Utara, dan Pulau Laut.
Pada tahun 2007 wilayah Natuna dimekarkan lagi menjadi 16 kecamatan. Kemudian berdasarkan UU No. 33 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008, dibentuklah Kabupaten baru hasil pemekaran Kabupaten Natuna yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas dengan 7 Kecamatan di gugusan pulau Anambas.
Sedangkan Natuna terbagi atas 12 kecamatan yakni dengan dengan penambahan kecamatan Bunguran Selatan, Bunguran Timur Laut, dan Serasan Timur.
Kemudian berdasrkan Perda Kabupaten Natuna Nomor 14 Tahun 2014 tanggal 10 Desember 2014 dibentuklah 3 kecamatan baru diwilayah Kabupaten Natuna. Tiga kecamatan ini adalah Kecamatan Bunguran Batubi, Kecamatan Pulau Tiga Barat dan Kecamatan Suak Midai. Dengan begitu wilayah Kabupaten Natuna terdiri atas 15 Kecamatan pada tahun 2016.
SEJARAH SINGKAT
(Ditulis oleh : H. Wan Suhardi, SE, Camat Bunguran Timur)
Berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah RI, Propinsi Sumatera Tengah tertanggal 18 Mei 1950 No. 9/Pert/Ket/1950 terhitung tanggal 18 Maret 1950 Daerah Riau menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia. Sedangkan Daerah Kepulauan Riau mempunyai status daerah Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi 1 Kawedanan sebagai berikut:
- Kawedanan Tanjungpinang meliputi wilayah Kecamatan Bintan Selatan (termasuk Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur sekarang).
- Kawedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro.
- Kawedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
- Kawedanan Pulau Tujuh meliputi Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa, pada tahun 1950, Bunguran Timur merupakan bagian dari wilayah Daerah Tingkat II Kepulauan Riau, Provinsi Sumatra Tengah, dibawah Kewedanaan Pulau Tujuh.
Kantor Kecamatan Bunguran Timur yang dibangun pada tahun 1958, dan saat ini menjadi Kantor Lurah Ranai. Sumber : Buku Hari Jadi Kota Ranai
Kantor Camat Bunguran Timur yang dibangun pada masa kepemimpinan Camat Edward Mushalli, tahun 1988 dan kini menjadi Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang sebelumnya pernah dijadikan Kantor Bupati Natuna yang pertama.
Pada awalnya, masuknya wilayah Riau ke Propinsi Sumatera Tengah diterima oleh masyarakat dengan senang hati. Namun demikian, dalam perkembangannya, masyarakat Riau menjadi apriori terhadap kebijakan tersebut. Karena dari kebijakan tersebut, membawa konsekuensi perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang telah mereka bina dan dukung selama berabad-abad. Melalui perjuangan panjang, akhirnya Riau menjadi sebuah Propinsi pada tanggal 5 Maret 1958 dengan ibukotanya Tanjungpinang. Sedangkan Kecamatan Bunguran Timur merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau yang terletak dibagian Utara, Provinsi Riau.
Rumah Dinas Camat Bunguran Timur yang dibangun pada tahun 1958, dan saat ini tidak ada yang menempati. Sumber : Buku Hari Jadi Kota Ranai
Berdasarkan penelitian Dra.Nismawati Tarigan dan Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, MA yang ditulis dalam bukunya Hari Jadi Kota Ranai, untuk urusan pemerintahan, Bunguran Timur tidak dimulai dari tahun 1950 ataupun juga tahun 1958. Karena kurang lebih satu abad sebelumnya, Bunguran Timur sudah memiliki pemerintahan sendiri, dibawah kekuasaan para Datuk Kaya atau Orang Kaya.
Rumah Dinas Camat yang dibangun pada tahun 1973 ketika Oesmanudin sebagai Camat, dan kini menjadi Kantor KPKN Tanjunginang Filial Ranai.
Orang Kaya adalah “Pejabat” yang dibentuk berdasarkan perlembagaan menurut adat dan sudah melembaga sebelum Tokong Pulau Tujuhmasuk menjadi wilayah Kesultanan Melayu Riau. Kedudukan Orang Kaya langsung dibawah Sultan Riau Lingga. Dalam perekembangannya, setatus Orang Kaya berada dibawah Pejabat Kesultanan.
Kepemimpinan kala itu ditetapkan secara turun termurun. Sebut saja milsalnya ketika Orang Kaya Wan Rawa, penguasa Pulau Bunguran di zaman itu, pada tahun 1871 membagi dua kekuasaan Pulau Bunguran kepada dua orang putranya, Wan Pasak dan dan Wan Teras. Wan Pasak diberikan kekuasaan untuk memimpin Pulau Bunguran bagian Barat dengan gelar Datuk Kaya Pasak, sedangkan Bunguran Timur di pimpin oleh abangnya Wan Teras, dengan gelar Datuk Kaya Teras.
Wan Teras selanjutnya memindahkan pusat pemerintahannya dari Kampung Mahligai Sungai Ulu ke kampung yang baru, yaitu di tepian Sungai Ranai. Tempat tersebut dinamakan Ranai, karena ketika itu di daerah tersebut banyak terdapat pohon Penai, sejenis pohon yang berbuah dan berwarna putih serta dapat dimakan oleh burung dan juga manusia. Dan menurut keterangan para orang-orang terdahulu, nama “Ranai”, berasal darinama pohon tersebut.
Karena menjalankan pemerintahan di Ranai dengan jujur dan bijaksana maka pada tahun1871 itu juga, Kesultanan Riau Lingga memberikan sebuah Pending Pengukuhan Tugas kepada Datuk Kaya Wan Teras. Pending tersebut berbentuk bujur telur dan berbunyi sebagai berikut :
“Kurnia ke bawah Duli Yang Maha Mulia serta yang Dipertuan Riau kepada Orang Kaya Dina Mahkota yang mentibarkan titah dan perintah kita dalam Daerah Keliling Bunguran. Tahun 1291 Hijriah atau tahun 1871 Masehi”
Sumber : Buku Hari Jadi Kota Ranai
Setelah Datuk Kaya Wan Teras wafat, maka digantikan oleh putranya Wan Husin. Pengangkatan Wan Husin sebagai Datuk ditetapkan oleh Sultan Riau Lingga, pada tahun 1908. Selanjutnya pada tahun 1927, Wan Husin wafat, dan digantikan oleh putranya Wan Muhammad Benteng, hingga tahun 1947. Setelah Wan Muhammad Benteng wafat, maka digantikan pula oleh putranya Wan Muhammad Rasyid, sampai tahun 1950, sekaligus menjadi Datuk Kaya terakhir di Bunguran Timur.
Ranai, merupakan ibukota Kecamatan Bunguran Timur. Sebelum dimekarkan pada tahun 2004, dengan luas wilyah ±806,37 km², Kecamatan Bunguran Timur terdiri atas 8 desa yaitu :
- Desa Ranai dengan ibukotanya Ranai
- Desa Sepempang dengan ibukotanya Sepempang
- Desa Tanjung dengan ibukotanya Tanjung
- Desa Ceruk dengan ibukotanya Ceruk
- Desa Kelanga dengan ibukotanya Kelanga
- Desa Pengadah dengan ibukotanya Pengadah
- Desa Sungai Ulu dengan ibukotanya Sungai Ulu
- Desa Cemaga dengan ibukota Cemaga.
Selanjutnya setelah dimekarkan, menjadi Bunguran Timur Laut, Bunguran Selatan dan Bunguran Tengah, wilayah Bunguran Timur tinggal memiliki luas 141 km², yang terletak pada koordinat 03º56ʹ03,754˝ LU dan 108º23ʹ880˝ BT, dan memiliki 3 Kelurahan serta 3 Desa, yaitu :
- Kelurahan Ranai
- Kelurahan Ranai Darat
- Kelurahan Bandarsyah
- Desa Sepempang
- Desa Sungai Ulu
- Desa Batu Gajah
Dan dalam tahun2019 ini akan bertambah satu Kelurahan, yaitu Kelurahan Batu Hitam, pemekaran dari 3 Kelurahan sebelumnya.
Dari beberapa tulisan sejarah menyebutkan, semasa kepemimpinan Orang Kaya atau Datuk Kaya, Bunguran dikenal sebagai sebuah kawasan yang makmur, aman, tentram dan damai. Daerahnya subur dan alamnya indah serta nyaman untuk didiami.
Kantor Camat Bunguran Timur yang sekarang, dibangun pada tahun 2010 pada masa kepemiminan Plt. Camat Helmi Wahyuda, dan ditempati pada Desember 2011, pada masa kepemimpinan Camat Marka, S.Pdi.
Pada tahun 1200 M, Pulau Bunguran sudah merupakan tempat persinggahan bagi kapal-kapal dari maupun yang akan ke Sriwijaya yang melewai laut Cina Selatan. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa Pulau Bunguran mulai dikenal sebagai tempat persinggahan tahun 1350 M. Bahkan para Arkeolog dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang kini tengah meneliti tentang ribuan tinggalan kramikdan tinggalan lainnya menyebutkan, bahwa Pulau Bunguran pernah menjadi pusat perdagangan yang sangat pesat, yaitu pada abad ke 13. Hal itu dibuktikan dari ribuan temuan kramik Cina, Vietnam, Thailand dan juga Eropa, serta beberapa temuan lainnya. Maka tidak heran bila banyak orang yang berdatangan ke Pulau Bunguran, termasuk pemerintahan Belanda.
Pulau Bunguran yang pada masa lalu masuk dalam bagian dari Pulau Tujuh, sejak tahun 1895 sudah ditempati oleh penguasa Belanda sebagai kepala pemerintahan yang disebut dengan “Contleur” (Kontelir). Pada tahun 1896 Belanda menempatkan Contleur D. Soewaart untuk kawasan Pulau Tujuh dan didampingi oleh seorang Amir untuk setiap daerahnya. Setelah D. Soewaart, menyusul Contleur Van Haster (1915-1918). Lalu kemudian Contleur Hager (1918-1920) dan terakhir, Contleur Rendam pada tahun 1920. Semua Contleur itu berkedudukan di Sedanau.
Jadi selain kekuasaan yang dipimpin oleh Orang Kaya yang ditunjuk oleh Sultan Riau, Belanda juga mengirim satu orang perwakilannya untuk memimpin pemerintahan di Pulau Bunguran, yaitu seorang Amir, yang kedudkannya dibawah Contleur.
Tabel berikut akan menjelaskan beberapa orang Amir, Assisten Wedana dan Camat, yang pernah bertugas di Bunguran Timur :
NO | NAMA | ASAL | JABATAN | TAHUN |
1 | Syahrudin | Aceh | Amir | 1912-1918 |
2 | Tirti Armijoyo | Jawa | Amir | 1918-1924 |
3 | St.Minan M. Nur | Sumatra Tengah | Amir | 1924-1930 |
4 | Bismarak | Rengat,Indragiri | Amir | 1930-1937 |
5 | Ibrahim | Sumatra Tengah | Amir | 1937-1944 |
6 | M. Habib | Sumatra Tengah | Amir | 1944-1948 |
7 | H. Oesman Saleh | Tambelan | Ass. Wedana | 1948-1950 |
8 | Senagib Nasrun | Palembang | Ass. Wedana | 1950-1951 |
9 | Abdul Rahim | Pulau Bangka | Ass. Wedana | 1951-1952 |
10 | Marten Silalahi | Medan | Ass. Wedana | 1952-1953 |
11 | Wan Ismail | Pulau Tujuh | Ass. Wedana | 1953-1954 |
12 | Raja Hasan Anib | Pulau Tujuh | Ass. Wedana | 1954-1957 |
13 | Warnain Salamon | Riau | Ass. Wedana | 1957-1966 |
14 | Said Yasin | Pulau Tujuh/Midai | Camat | 1966-1971 |
15 | M. Yunus | Bagan Siapi-api | Camat | 1971-1972 |
16 | Oesmanudin, BA | Pulau Tujuh/Tarempa | Camat | 1972-1977 |
17 | Abdul Satar Badau, BA | Dabo Singkep | Camat | 1977-1980 |
18 | Drs. Azwin Yacob | Pelalawan | Camat | 1980-1981 |
19 | Drs. Rusdi Sayuti | Sumatra Barat | Camat | 1981-1983 |
20 | Drs. H. A. Hamid Rizal | Pulau Penyengat | Camat | 1983-1985 |
21 | Drs. Zainal Arifin. M | Pelalawan | Camat | 1985-1988 |
22 | Drs. Edward Mushalli | Tambelan | Camat | 1988-1993 |
23 | Drs. H. Wan Zakir | Pelalawan | Camat | 1993-1998 |
24 | Drs. Tengku Dahlan | Siak | Camat | 1998-1999 |
25 | Drs. Suwitno | Tanjung Batu | Camat | 1999-2002 |
26 | Drs. Izwar Isfawi | Tambelan | Camat | 2002-2003 |
26 | Erson Gempa Apriandi, S. Sos | Pekanbaru | Camat | 2003-2005 |
27 | Wan Siswandi, S. Sos, M.Si | Ranai | Camat | 2005-2007 |
28 | Asmiadi, S.Sos, M.Si | Ranai | Camat | 2007-2008 |
29 | Helmi Wahyuda, SE | Ranai | Plt. Camat | 2008-2009 |
30 | Jarmin Sidik, SE | Ranai | Camat | 2009-2011 |
31 | Marka, Spd | Ranai | Camat | 2011-2014 |
32 | Ferizaldy, SH | Sedanau | Camat | 2014-2016 |
33 | Asmara Juana Suhardi, SH,M.Si | Sedanau | Camat | 2016-2019 |
34 | H. Wan Suhardi, SE | Ranai | Camat | 2019 s/d Sekarang |
Sumber : Buku Hari Jadi Kota Ranai
Note : Mayoritas tulisan ini dikutip dari Buku Hari Jadi Kota Ranai, oleh Dra.Nismawati Tarigan dan Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, MA.
Sumber: Natuna Dalam Angka 2013
Sumber : https://kecbungtim.natunakab.go.id/sejarah-singkat-kecamatan/